Sabtu, 19 September 2015

HAL -HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN SAAT MELAKUKAN AQIQAH



Menurut bahasa ‘Aqiqah , عقيقة artinya : memotong. Asalnya dinamakan ‘Aqiqah, karena dipotongnya leher binatang dengan penyembelihan . bahwa ‘aqiqah itu asalnya ialah : Rambut yang terdapat pada kepala si bayi ketika ia keluar dari rahim ibu, rambut ini disebut ‘aqiqah, karena ia mesti dicukur.
Pengertian ‘Aqiqah adalah pengorbanan /penyembelihan hewan dalam syariat islam sebagai penggadaian (penebus) seorang bayi yang dilahirkan selain itu juga sebagai tanda syukur kepada Allah subhanahu wata‘ala . Hukum akikah menurut pendapat yang paling kuat adalah  sunnah Muakadah, dan ini adalah pendapat jumhur Ulama menurut Hadits Kemudian ada ulama yang menjelaskan bahwa akikah sebagai penebus adalah artinya akikah itu akan menjadikan terlepasnya kekangan jin yang mengiringi semua bayi sejak lahir.
Waktu Pelaksanaan
Pelaksanaan aqiqah disunnahkan pada hari yang ketujuh dari kelahiran, ini berdasarkan sabda Nabi Muhammad SAW:
كُلُّ غُلاَمٍ رَهِيْنَةٌ بِعَقِيْقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ , وَيُحْلَقُ وَيُسَمَّى .
Artinya: “Setiap anak itu tergadai dengan hewan aqiqahnya, disembelih darinya pada hari ke tujuh, dan dia dicukur, dan diberi nama.” (Hadits riwayat Ahmad dan dan Abu Daud)
Ketentuan syarat jumlah hewan  yang harus dikorbankan :
  1. untuk anak laki-laki 2 ekor qurban.
  2. untuk anak wanita 1 ekor qurban.
Hal-hal yang perlu di lakukan kepada bayi saat di aqiqah :
  1. Mencukur rambutnya setelah menyembelih hewan qurban untuk aqiqah.
  2. Mengoleskan minyak wangi ke kepalanya.
  3. Mengoleskan buah kurma/air gula pada bibir bayi.
  4. Memberikan nama kepada sang bayi.
  5. Menimbang berat rambut lalu membeli emas sesuai dengan berat rambut dan menginfaqkannya kepada fakir miskin.
Hal-hal yang harus di perhatikan dalam memilih hewan qurban untuk aqiqah :
  1. Hewan berumur minimal 1 tahun  atau lebih.
  2. Berkeadaan sehat dan tidak terdapat kecacatan fisik.
  3. Hewan yg dianjurkan : domba, kambing, sapi, onta.
Hal-hal yang harus di perhatikan saat menyembelih hewan qurban aqiqah :
  1. Penyembelih menghadap ke kiblat.
  2. Membaca bismilah  dan  niat saat menyembelih, Niatnya: ”Bismillah, Allahumma taqobbal min muhammadin, wa aali muhammadin, wa min ummati muhammadin.”
  3. Menyembelih saat matahari sedang naik
  4. Memisahkan daging dari tulang tanpa harus merusak tulang/mematahkannya.
Cara membagikan daging aqiqah:
  1. memasaknya dengan rasa manis,(semur daging) untuk disuguhkan kepada tamu.
  2. memberikan kepada tetangga-tetangga dan fakir miskin.
Adapun dagingnya maka dia (orang tua anak) bisa memakannya, menghadiahkan sebagian dagingnya, dan mensedekahkan sebagian lagi. Syaikh Utsaimin berkata: "...dan tidak apa-apa dia mensedekahkan darinya dan mengumpulkan kerabat dan tetangga untuk menyantap makanan dari kambing akikah yang sudah matang. Syaikh Jibrin berkata: Sunahnya dia memakan sepertiganya, menghadiahkan sepertiganya kepada sahabat-sahabatnya, dan mensedekahkan sepertiga lagi kepada kaum muslimin, dan boleh mengundang teman-teman dan kerabat untuk menyantapnya, atau boleh juga dia mensedekahkan semuanya. Syaikh Ibnu Bazz berkata: "...dan engkau bebas memilih antara mensedekahkan seluruhnya atau sebagiannya dan memasaknya kemudian mengundang orang yang engkau lihat pantas diundang dari kalangan kerabat, tetangga, teman-teman seiman dan sebagian orang faqir untuk menyantapnya, dan hal serupa dikatakan oleh Ulama-ulama yang terhimpun di dalam Al lajnah Ad Daimah.
Yang kadang di lupakan namun perlu diperhatikan :

Hukum qurban aqiqah adalah sunnah namun bisa menjadi wajib jika di sebutkan niat  aqiqah kepada orang lain ketika membawa hewan. jika sudah menjadi wajib maka keluarga tidak dapat memakan daging qurban dikarenakan sudah menjadi haram baginya dan keluarganya. Jika sudah memakan dapat menggantinya dengan apa dan seberapa yang di makannya dengan membeli dan memberikan kepada fakir miskin.

Hukum Aqiqah Setelah Dewasa/Berkeluarga
Pada dasarnya aqiqah disyariatkan untuk dilaksanakan pada hari ketujuh dari kelahiran. Jika tidak bisa, maka pada hari keempat belas. Dan jika tidak bisa pula, maka pada hari kedua puluh satu. Selain itu, pelaksanaan aqiqah menjadi beban ayah.
Jika setelah tiga minggu masih tidak mampu maka kapan saja pelaksanaannya di kala sudah mampu, karena pelaksanaan pada hari-hari ke tujuh, ke empat belas dan ke dua puluh satu adalah sifatnya sunah dan paling utama bukan wajib, dan boleh juga melaksanakannya sebelum hari ke tujuh. Namun demikian, jika ternyata ketika kecil ia belum diaqiqahi, ia bisa melakukan aqiqah sendiri di saat dewasa.
Bayi yang meninggal dunia sebelum hari ketujuh disunnahkan juga untuk disembelihkan akikahnya, bahkan meskipun bayi yang keguguran dengan syarat sudah berusia empat bulan di dalam kandungan ibunya.
Satu ketika al-Maimuni bertanya kepada Imam Ahmad, “ada orang yang belum diaqiqahi apakah ketika besar ia boleh mengaqiqahi dirinya sendiri?” Imam Ahmad menjawab, “Menurutku, jika ia belum diaqiqahi ketika kecil, maka lebih baik melakukannya sendiri saat dewasa. Aku tidak menganggapnya makruh”. Para pengikut Imam Syafi’i juga berpendapat demikian. Menurut mereka, anak-anak yang sudah dewasa yang belum diaqiqahi oleh orang tuanya, dianjurkan baginya untuk melakukan aqiqah sendiri.

Hikmah Aqiqah
Aqiqah Menurut Syaikh Abdullah nashih Ulwan dalam kitab Tarbiyatul Aulad Fil Islam sebagaimana dilansir di sebuah situs memiliki beberapa hikmah diantaranya :
1. Menghidupkan sunnah Nabi Muhammad SAW dalam meneladani Nabiyyullah Ibrahim AS tatkala Allah SWT menebus putra Ibrahim yang tercinta Ismail AS.
2. Dalam aqiqah ini mengandung unsur perlindungan dari syaitan yang dapat mengganggu anak yang terlahir itu, dan ini sesuai dengan makna hadits, yang artinya: “Setiap anak itu tergadai dengan aqiqahnya.” . Sehingga Anak yang telah ditunaikan aqiqahnya insya Allah lebih terlindung dari gangguan syaithan yang sering mengganggu anak-anak. Hal inilah yang dimaksud oleh Al Imam Ibunu Al Qayyim Al Jauziyah “bahwa lepasnya dia dari syaithan tergadai oleh aqiqahnya”.
3. Aqiqah merupakan tebusan hutang anak untuk memberikan syafaat bagi kedua orang tuanya kelak pada hari perhitungan. Sebagaimana Imam Ahmad mengatakan: “Dia tergadai dari memberikan Syafaat bagi kedua orang tuanya (dengan aqiqahnya)”.
4. Merupakan bentuk taqarrub (pendekatan diri) kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala sekaligus sebagai wujud rasa syukur atas karunia yang dianugerahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan lahirnya sang anak.
5. Aqiqah sebagai sarana menampakkan rasa gembira dalam melaksanakan syari’at Islam & bertambahnya keturunan mukmin yang akan memperbanyak umat Rasulullah SAW pada hari kiamat.
6. Aqiqah memperkuat ukhuwah (persaudaraan) diantara masyarakat.
Menurut Drs. Zaki Ahmad dalam bukunya "Kiat Membina Anak Sholeh" disebutkan manfaat-manfaat yang akan didapat dengan beraqiqah, di antaranya:
  1. Membebaskan anak dari ketergadaian
  2. Pembelaan orang tua di hari kemudian
  3. Menghindarkan anak dari musibah dan kehancuran, sebagaimana pengorbanan Nabi Ismail dan Ibrahim
  4. Pembayaran hutang orang tua kepada anaknya
  5. Pengungkapan rasa gembira demi tegaknya Islam dan keluarnya keturunan yang di kemudian hari akan memperbanyak umat Nabi Muhammad SAW
  6. Memperkuat tali silahturahmi di antara anggota masyarakat dalam menyambut kedatangan anak yang baru lahir
  7. Sumber jaminan sosial dan menghapus kemiskinan di masyarakat
  8. Melepaskan bayi dari godaan setan dalam urusan dunia dan akhirat.
Perbedaan Antara ‘Aqiqah Dan Qurban.
Secara kekuatan hukum aqiqah dan qurban bernilai sama, yaitu sunnah mu’akkadah. Aplikasi dari sunnah ini juga sama yaitu menyembelih kambing (qurban bisa sapi, dan unta). Hanya saja terdapat beberapa perbedaan antara ‘aqiqah dengan qurban tentang sebab, waktu pelaksanaan, dan tuntutan penunaiannya, yang menjadikan keduanya memiliki perbedaan. Diantaranya:
  1. ‘Aqiqah tidak terikat pada masa tertentu, sedangkan qurban dilakukan pada masa-masa tertentu, yaitu setelah solat hari raya idul adha (tanggal 10 Dzulhijjah) hingga tanggal 13 Dzulhijjah
  2. Daging ‘aqiqah boleh diberikan kepada semua kalangan sedangkan daging qurban hanya boleh diberikan kepada fakir miskin.
  3. ‘Aqiqah dilakukan untuk menyambut kelahiran anak sebagai tanda syukur kepada Allah Swt, sedangkan qurban dilakukan untuk memperingati peristiwa pengorbanan Nabi Ibrahim dan anaknya, Nabi Isma‘il.
  4. daging ‘aqiqah  disedekahkan setelah dimasak sedangkan daging qurban disedekahkan saat masih mentah.
Karena itu, tentu yang terbaik adalah dapat melaksanakan dua sunnah Nabi tersebut. Namun jika pilihannya adalah salah satunya (karena kemampuan), dan waktunya bersamaan dengan masa qurban (10-13 Dzulhijah), maka  aqiqah terlebih dahulu diutamakan, dengan harapan mudah-mudahan dapat melaksanakan qurban di tahun-tahun berikut. Hemat saya, perlu diperhatikan, bahwa mengingat waktu pelaksanaan qurban lebih sempit dari aqiqah, dan karena keutamaannya, boleh melakukan qurban terlebih dahulu, dengan keyakinan kuat bahwa  beberapa waktu selanjutnya dapat melaksanakan aqiqah.
Itulah kenapa Imam Ahmad dan Sufyan ats-Tsauri membolehkan berhutang untuk berqurban, dengan keyakinan mampu membayarnya di kemudian hari. Karena keutamaan ibadah qurban, “Tidak ada amalan anak cucu Adam pada hari raya qurban yang lebih disukai Allah melebihi dari mengucurkan darah (menyembelih hewan qurban).” (HR. Ibnu Majah dan Tirmidzi)


Sumber: Dari Berbagai Sumber


Senin, 14 September 2015

CARA MENGQADHA HUTANG PUASA RAMADHAN



Allah berfirman :
(( فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ , وَمَنْ كَانَ مَرِيْضًا أَوْ عَلى سَفَرٍ فَعِدَّةٍ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ))
“Barangsiapa diantara kalian yang mendapati bulan (Ramadhan) maka hendaklah ia berpuasa, dan barangsiapa yang sakit atau berpergian (lalu ia tidak berpuasa) maka (wajib baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya di hari yang lain.” (Al Baqorah : 185.)

Waktu Qadha
Para ulama berbeda pendapat apakah qadha’ (mengganti) puasa mesti dilakukan dengan berurutan atau tidak. Sebagian ulama menyatakan boleh memilih kedua-duanya (berurutan maupun terpisah-pisah harinya). Rasulullah Saw bersabda:

“Qadha’ puasa Ramadhan boleh dilakukan dengan berurutan maupun terpisah-pisah harinya.” [HR. ad-Daruquthni].
Imam Bukhâri berkata, “Tidak mengapa mengqadha’ puasa dengan terpisah-pisah, sebagaimana firman Allah SWT, “Maka sempurnakan puasa kalian pada hari yang lain.”
Seluruh fuqaha (ulama ahli Fiqih) sepakat bahwa orang yang punya hutang qadha’ puasa wajib (puasa Ramadhan), kemudian dia menunda qadha’ nya itu sampai bertemu Ramadhan berikutnya karena ada udzur syar’i (hamil/ menyusui/ sakit/  musafir), maksudnya  jika berpuasa, khawatir akan terjadi hal-hal buruk terhadap kesehatan diri dan bayi yang dikandung /disusuinya. maka ia tidak berdosa dan boleh meng-qadha’ nya sampai tiba masanya ia mampu membayar qadha’ itu, meskipun sudah dua atau tiga Ramadhan dilaluinya. 
Menunda Qadha’ Tanpa Ada Udzhur Syar’i
Waktu dan kesempatan untuk melaksanakan qadha puasa ramadhan sangatlah luas yaitu menjelang bulan Ramadhan (Sya’ban). Akan tetapi, bagaimana jika ada orang yang punya tanggungan qadha’ puasa, baik itu karena hamil/ menyusui/ sakit/  musafir, kemudian ia tidak mengqadha’nya karena lalai hingga bertemu Ramadhan berikutnya?
Jumhur Fuqaha’ (mayoritas ulama) dari madzhab Maliki, Syafi’i, Hambali, serta Abu Hurairah, Ibnu Abbas, Ibnu Umar dan beberapa shahabat Nabi SAW berpendapat bahwa orang yang tidak punya udzur syar’i dan lalai dalam meng-qadha’ puasanya sampai bertemu Ramadhan berikutnya, ia wajib membayar fidyah atas hari-hari puasa yang belum di qadha’nya itu, tanpa menggugurkan kewajiban qadha’nya.
Misalnya Jika ia punya hutang puasa 5 hari, dan ia belum mengqadha’nya seharipun hingga bertemu Ramadhan selanjutnya, maka selain tetap harus membayar qadha’ ia juga wajib membayar fidyah selama 5 hari itu. Akan tetapi bila sebelum Ramadhan kedua ia sempat meng-qadha’ puasanya selama 3 hari, sedangkan sisanya yang 2 hari ia tunda sampai bertemu Ramadhan yang kedua, maka ia harus membayar fidyah selama 2 hari saja.
Fidyah yang harus dibayar adalah 1 mud/hari yang diberikan pada fakir miskin berupa makanan pokok yang lazim di konsumsi di negeri itu, kalau di Indonesia biasanya beras. Ukuran beras 1 mud kurang lebih ¼ dari ukuran zakat fitrah, yakni sekitar 0,8 liter atau 0,6 kg.

Orang yang meninggal dengan kewajiban qadha padanya sebelum tibanya bulan Ramadhan yang akan datang, maka tidak ada kewajiban atasnya karena la menundanya dalam waktu yang diperbolehkan.
Jika meninggal setelah Ramadhan yang berikutnya dan menunda qadha karena adanya udzur, seperti, sakit atau dalam perjalanan hingga disusul dengan tibanya bulan Ramadhan berikutnya, maka ia tidak menanggung beban apa-apa juga.

akan tetapi jika la menundanya tanpa udzur apa pun, maka ia wajib membayar kafarat dengan cara mengeluarkan atas namanya makanan untuk orang-orang miskin sejumlah hari puasa yang la tinggalkan.
Barangsiapa meninggal dan masih menanggung puasa kafarat, seperti, puasa untuk kafarat dzihar atau puasa wajib sebagai dam haji tamattu’, maka harus memberi makanan atas namanya setiap hari satu orang miskin dan tidak perlu diqadha puasanya. Pemberian makanan itu diambilkan dari harta peninggalannya karena puasanya adalah puasa yang sama sekali tidak bisa diwakilkan kepada orang yang masih hidup. Demikianlah pendapat mayoritas ahli ilmu.
Barangsiapa yang meninggal dan padanya tanggungan puasa nadzar, maka disunnahkan kepada walinya untuk melakukan puasa atas namanya. Berdasarkan hadits di dalam kitab Ash-Shahihain,
“Seorang wanita datang menghadap kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata, ‘Sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia dengan meninggalkan tanggungan puasa nadzar. Apakah aku harus berpuasa atas namanya?’ Beliau menjawab, ‘Ya benar’. ”
 


Jumat, 11 September 2015

Aneka Ibadah di Bulan Dzulhijah



Bulan Dzulhijah adalah bulan yang mulia. Salah satu dari bulan  suci , dimana amal ibadah dibulan ini pahalanya dilipatgandakan. Ibadah apa saja yang disunahkan? Berikut tuntunannya.
Bulan Dzulhijjah merupakan bulan pelaksanaan ibadah Haji. Jutaan umat islam berkumpul di Tanah Suci untuk menunaikan panggilan Allah SWT melaksanakan rukun islam yang ke lima. Allah berfirman, “ Demi fajar, dan malam yang sepuluh, dan yang genap dan yang ganjil, dan malam bila berlalu,” ( QS al Fajr:1-4) 
Para ulama tafsir menafsirkan maksud malam yang sepuluh adalah sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Dalam hadis juga dijelaskan, dari Ibnu Abbas ra berkata, Rosulullah SAW, Bersabda, “ Tiada hari dimana amal shalih lebih dicintai Allah melebihi hari-hari ini, yaitu sepuluh hari pertama Dzulhijjah”. Sahabat bertanya, “ Ya Rosulullah SAW tidak juga jika dibandingkan dengan jihad dijalan Allah? ” Rosul  SAW menjawab, ” tidak juga dengan jihad, kecuali seorang yang berjihad dengan jiwa dan hartanya serta tidak kembali ( gugur sebagai syahid).” ( HR Bukhari)
Berikut ini penjelasan selengkapnya Ibadah yang sebaiknya di lakukan dibulan Dzulhijjah.
Bertakbir
Takbir,Tahlil Dan Tahmid sangat dianjurkan di saat-saat mustajab tersebut. “ Dan Berzikirlah ( dengan menyebut Allah dalam beberapa hari yang berbilang.” (QS. al Baqarah)
Jumhur ulama sepakat bahwa beberapa hari berbilang adalah hari tasyriq, yaitu tanggal 11,12, dan 13 Dzulhijjah. Keutamannya tergambar dalam riwayat dari Ibnu Abbas berkata, Rosulullah SAW bersabda, “ tiada hari-hari dimana amal shalih paling utama di sisi Allah dan paling dicinta-Nya melebihi sepuluh hari pertama Dzulhijjah. Perbanyaklah pada hari itu dengan tahlil, takbir, dan tahmid.” (HR Ahmad dan Al Baihaqi).
Puasa Sunah
Amalan selanjutnya adalah puasa sunah, khususnya puasa sunah Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah. Dari Abu Qatadah ra berkata, Rosulullah SAW ditanya tentang puasa hari arafah. Rosulullah SAW menjawab, ” Menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.” (HR muslim)
Zikir
Setelah itu perbanyaklah amal ibadah, karena pahalanya dilipatgandakan, seperti salat,zikir,takbir,tahlil,tahmid,shalawat, puasa dan sedekah serta yang lainnya. Dari Jabir ra bahwa Rosulullah SAW bersabda, ” sebaik-baiknya hari dunia adalah sepuluh hari pertama Dzulhijjah.”
Ditanya, “ Apakah jihad dijalan Allah tidak sebaik itu?Rosul SAW menjawab, “ Tidak akan sama jika dibandingkan dengan jihad di jalan Allah. Kecuali seseorang yang menaburkan wajahnya dengan debu( gugur sebagai syahid).” (HR al Bazzar).
Salat Hari Raya
Tentu saja ibadah yang satu ini sangat populer bagi Anda. Yakni salat sunah pada hari raya Idul Adha ( 10 Dzulhijjah). Allah SWT berfirman: ” Maka dirikanlah solat karena Tuhanmu dan berkorbanlah.” ( QS al Kautsar: 2) Diantara makna perintah salat disini adalah salat idul Adha. Berkata Ar rabi’, “ jika engkau selesai salat dihari idul adha, maka berkurbanlah.”
Berkurban
Sebagaimana firman Allah yang artinya, “ Dan berzikirlah ( dengan menyebut nama ALLAH dalam beberapa hari yang berbilang.” ( QS al Baqarah). Pada hari tasyriq juga masih disunahkan untuk berkurban.
Rosulullah SAW bersabda, ” seluruh hari Tasyriq adalah hari penyembelihan ( kurban).” ( HR Ahmad) Mudah-mudahan kita senantiasa menghiasi diri dengan ibadah dibulan mulia itu. Insya Allah. Amin.


Sumber: dari berbagai sumber